Komnas HAM Patut Dalami Dugaan Anasir Jahat Ingin Ganggu NKRI
Komisi III DPR RI telah mendapat laporan tentang ditemukannya martil peluru yang bukan milik kepolisian dalam kasus pembubaran paksa pengunjuk rasa yang memblokade Pelabuhan Sape, Bima, Nusa Tenggara Barat. Komnas HAM yang sedang melakukan investigasi diminta dapat mendalami temuan ini, termasuk kemungkinan keterlibatan pihak-pihak tertentu yang ingin menguji kekuatan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI)
“Ini menarik keterangan Polri, telah ditemukan martil peluru bukan milik polisi. Pihak Polri sudah berikan keterangan lengkap ke Komisi III. Disini kita meminta Komnas HAM mencari tahu martil peluru itu milik siapa. Kalau bukan milik mereka baik Brimob maupun Reserse, berarti ada yang menggunakan secara liar diluar garis komando. Ada anasir-anasir yang ingin menganggu kekuatan NKRI,” tandas Wakil Ketua Komisi III Azis Syamsudin dalam rapat dengar pendapat dengan Komnas HAM di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, Senin (16/1/12).
Sementara itu anggota Komisi III dari FPKS, Aboe Bakar Alhabsy memaparkan masukan yang diterimanya tentang kehadiran intel atau petugas tidak berseragam yang terlihat menggunakan senjata yang bukan standar Polri. “Saya dapat masukan lebih detil, senjata yang digunakan oleh intel yang tidak berseragam. Ia menembak menggunakan revolver pen 38, kemudian ada yang menggunakan senapan serbu 16A2, senapan serbu AK101 lisensi China. Tembakan peluru mendatar padahal seharusnya kebawah. Menurut saya itu niatnya membantai,” paparnya.
Ia juga meminta Komnas HAM mendalami kenapa aparat kepolisian terbaca tidak taat prosedur dalam penanganan pengunjuk rasa. Masyarakat menurutnya tidak dalam posisi akan melawan aparat, gerbang pelabuhan terbuka dan mempersilahkan siapa saja masuk ke area itu. Input yang diterimanya aparat sudah mengokang senjata sejak masuk mendekati warga. Aboe Bakar juga mempertanyakan alasan aparat menyiapkan 15 mobil ambulan sebelum penyerbuan dilakukan.
Sementara itu anggota Komisi III dari FPD, Didi Irawadi Syamsudin meminta Komnas HAM mencermati adanya pihak-pihak tertentu yang menangguk di air keruh pasca kekerasan berdarah yang terjadi di beberapa daerah seperti Mesuji, Aceh, Papua. “Pada saat banyak pihak mencari fakta kejadian mereka malah mengedarkan video kekerasan yang isinya sebagian rekayasa. Saya mendorong Komnas HAM bersinergi dengan aparat penegak hukum mencari tahu siapa dalangnya,” tegasnya.
Dalam penjelasannya Ketua Komnas HAM, Ifdhal Kasim memaparkan hasil penyelidikan kekerasan berdarah yang terjadi dibeberapa daerah seperti Mesuji, Bima, Freeport Papua, Pembubaran Kongres Papua, Kasus Aceh dan Sampang Madura. “Ada dugaan pelanggaran HAM namun beberapa masih perlu kami dalami lebih jauh. Kita menuntut pertanggungjawaban sampai pada pimpinan bukan hanya prajurit di bawah,” jelasnya.
Terkait ditemukannya martil peluru yang bukan milik aparat kepolisian di Sape, Bima menurutnya Komnas HAM perlu melakukan scientific investigation, melakukan uji forensik dengan melibatkan pihak ketiga. Ia mengaku belum dapat menyimpulkan apakah kekerasan berdarah tersebut merupakan tindakan terpola, sistimatis atau bukan.
Dalam RDP tersebut Komisi III menyepakati beberapa kesimpulan diantaranya mendesak Komnas HAM menyampaikan hasil pengkajian dan penelitian tentang peraturan perundang-undangan dan RUU yang berpotensi dan memicu terjadinya pelanggaran HAM. Para komisioner juga diminta mengkaji secara komprehensif seluruh aspek yang terkait dalam persoalan sengketa lahan/agraria mulai dari aspek yuridis hingga faktor penyelesaian permasalahan di lapangan. (iky)